1.Legal
Reserve Requirement (LRR)
Reserve
Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian
dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia atau
lebih dikenal juga dengan likuiditas wajib minimum adalah sejumlah tertentu
alat likuid yang harus tetap berada di bank untuk memenuhi likuiditas bank
tersebut. Ketentuan likuiditas wajib minimum ini dibedakan dalam dua kategori
perhitungan yaitu likuiditas wajib dalam rupiah dan likuiditas wajib dalam
valuta asing.
Reserve Requirement dapat dirumuskan sebagai berikut:
LRR = Jumlah Alat likuid / jumlah dana( simpanan ) pihak
ketiga.
KEBIJAKAN
MONETER
1.
Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah Regulasi jumlah uang yang beredar
dan tingkat suku bunga oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan
menstabilkan mata uang.Jika ekonomi sedang memanas, bank sentral (seperti (BI)
Bank Indonesia) dapat menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan
cadangan atau menaikkan tingkat diskonto untuk membuatnya dingin. Jika
pertumbuhan sedang melambat,dapat membalikkan proses meningkatkan jumlah uang beredar,menurunkan
kebutuhan cadangan dan menurunkan tingkat diskonto.Kebijakan moneter
mempengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar.
2.
Macam-macam Kebijakan Moneter
Berdasarkan
jenisnya, Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan
cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.
Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang edar.
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive PolicyAdalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policu).
3.
Jenis-Jenis Instrumen Kebijakan Moneter Kebijakan moneter
dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara
lain.
1. Operasi Pasar Terbuka (Open
Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke
bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang
harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada
pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
* jumlah uang berdar (Ms)
diytentukan oleh dua factor, yaitu:
a. Besarnya jumlah uang inti (H)
yang tersedia.
b. Besarnya koefisien pelipat uang,.
* besarnya uang inti di pengaruhi
oleh empat factor, yaitu:
a. Keadaan neraca pembayaran
(surplus dan deficit).
b. Keadaan APBN (surplus dan
degisit)
c. Perubahan kredit langsung Bank
Indonesia.
d. Perubahan keredit likuiditas bank
Indonesia..
2. Loan To Deposit Ratio (LDR)
Rasio ini digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan
oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin
rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan
tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah
giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
LDR = kredit
Dana pihak ketiga
ket:
-
Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
(tidak termasuk kredit kepadabank lain).
- Dana pihak ketiga
mencakup giro, tabungan, deposito (tidak termasuk giro dan deposito antar bank).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
adalah rasio antara besarnya seluruh
volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari
berbagai sumber yang pada awalnya digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas
bank. Dalam arti apabila LDR di atas 110% berarti likuiditas bank kurang baik
karena jumlah DPK tidak mampu menutup kredit yang disalurkan sehingga bank
harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutup kekurangannya. Dana
dari call money bersifat darurat, sehingga seyogianya bank tidak menggunakan
dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money adalah untuk membiayai
mismatch likuiditas jangka sangat pendek.Namun demikian, sejak terjadinya
krisis perbankan dan dilanjukan dengan proses rekapitalisasi perbankan tahun
1999 di mana kredit perbankan sekitar Rp 300 triliun dialihkan ke BPPN, maka
LDR perbankan langsung merosot drastis karena jumlah kredit berkurang sedangkan
jumlah DPK tidak berubah. Begitu rendahnya angka LDR paska rekapitalisasi tahun
1999-2000, akhirnya angka LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai
indikator utama untuk mengukur kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit
(fungsi intermediasi).pengertian lainnya LDR adalah rasio keuangan perusahaan
perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran
tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain
yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya.
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi
menunjukkan bahwasuatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau realtif
tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang
likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan.
LDR disebut juga rasio kredit
terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak
ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit.Penyaluran kredit merupakan
kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari
kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan
dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi
semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.Menurut Mulyono, rasio LDR merupakan
rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit)
dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.
Rasio ini menggambarkan kemampuan
bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi
rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank. Sebagian praktisi
perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 85%.
Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau menurut Kasmir (2003:272), batas
aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110 %.
Tujuan penting dari perhitungan LDR
adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi
sehat dalam menjalankan operasiatau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR
digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu
bank.
Penyebab LDR Rendah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena
diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu
besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan
semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi
kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum
berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan.
Fungsi LDR
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu
pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan
persyaratan antara lain :
1).Sebagai salah satu indikator
penilaian tingkat kesehatan bank.
2). Sebagai salah satu indikator
kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
3). Sebagai faktor penentu
besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
4). Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan
pajak bagi bank yang akan merger.
Begitu pentingnya arti angka LDR,
maka pemberlakuannya pada seluruh bank sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya,
jangan sampai ada pengecualian perhitungan
LDR
di antara perbankan.
Aspek positif
1. Bank kecil akan terhindar dari
risiko obligasi yang cukup kompleks, yaitu adanya risiko default (credit risk)
dan risiko pasar (fluktuasi harga obligasi akibat volatilitas suku bunga
pasar).
2. Karena kupon obligasi korporasi
lebih tinggi dari pada suku bunga SBI, diharapkan ke depan, perbankan akan
menggeser penempatan pada SBI menjadi obligasi korporasi. Hal ini akan
menggairahkan pasar obligasi korporasi yang selama ini belum menjadi investasi
utama perbankan. Apabila SBI perbankan per Juni 2007 sebesar Rp 202 triliun
diasumsikan seluruhnya dipindahkan ke obligasi korporasi yang akan meningkatkan
angka “Loan”, maka LDR perbankan per Juni 2007 yang semula sebesar 63,57% akan
meningkat sebesar 14,91% atau menjadi 78,48%. Angka LDR tersebut akan lebih
besar lagi jika obligasi korporasi yang saat ini telah dipegang perbankan juga
dimasukkan sebagai komponen “Loan”
Aspek negatif
Aspek negatif
Dimasukkannya obligasi korporasi
dalam perhitungan LDR)
1. Nantinya hanya bank besar saja
yang akan dapat menikmati peningkatan LDR tanpa harus melakukan ekspansi
kredit. Dengan LDR yang tinggi maka bank tertentu akan dapat menjadi Bank
Jangkar, Bank Sehat, dapat memperoleh insentif pajak ketika melakukan merger,
dan yang akan secara langsung dinikmati adalah berkurangnya GWM terkait dengan
perbaikan LDR.
2. Apabila besanya nilai obligasi
korporasi tersebut terjadi akibat adanya pergeseran SBI, maka ada kemungkinan
CAR (Capital Adequacy Perbankan) akan merosot karena ATMR SBI = 0, sedangkan
ATMR Obligasi Korporasi = 100%.
3. Capital Adequacy Ratio(CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
CAR = Modal Bank / ATMR(Aktiva
Terimbang Menurut Resiko)
ket:
-Perhitungan Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko dilakukan berdasarkan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku.Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
-Perhitungan Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko dilakukan berdasarkan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku.Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Jika nilai CAR tinggi maka bank
tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi profitabilitas.Menurut Lukman Dendawijaya adalah ” Rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (
kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai
dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber –
sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain –
lain.
contohnya: bila anda mendapat Rp.1000/bulan dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa, rokok, dll).
contohnya: bila anda mendapat Rp.1000/bulan dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa, rokok, dll).
sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan sebagai CAR di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk pemberian kredit, kpr, dll. dan CAR tersebut besarnya ditentukan oleh BI.dan bila suatu bank itu CARnya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.
4. Perhitungan Legal Lending Limit
(LLL)
faktor Permodalan (Capital),
Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan
Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek
permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang
didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut
didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu
perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
(ASSET )
Aktiva produktif atau Productive
Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang
dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai
dengan fungsinya. Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
a. Kredit yang diberikan
b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain
d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan
Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang
diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan
penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan.
Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat
kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan
bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan
mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang bersangkutan. Kualitas
ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya
dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan.
Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan
Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian
terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank yang
bersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka
pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang
layak dibiayai. Penilaian dalam aspek ini meliputi :
a. Rasio kewajiabn bersih Call Money
terhadap Aktiva Lancar
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank
seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
Seraca umum penilaian tingkat
kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL,
kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian
terhadap :
1. Ketentauan pelaksanaan pemberian
kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketantuan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending
Limit.
3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
5. Non Performing Loan(NPL)
Non performing loan adalah kredit
yang masuk ke dalam kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (SE No.
7/3/DPNP). NPL yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angka perubahan
NPL bulan Desember 2008 dan Januari 2009, dengan kategori 1 = meningkat, 0 =
menurun atau tetap.Rumus untuk menghitung rasio NPL :
kredit bermasalah Total kredi.
-Kredit merupakan kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).
-Kredit bermasalah adalah kredit
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL
Suatu Perbankan :
Menurut pendapat penulis terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu
bank, diantaranya dalah sebagai berikut:
a. Kemauan atau itikad baik debitur
Kemampuan debitur dari sisi
financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa
kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.
b. Kebijakan pemerintah dan Bank
Indonesia
Kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu perbankan, misalnya kebijakan
pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak
menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang
diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk
memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan
mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga
halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh
lansung maupun tidak lansung terhadap NPL suatu bank. Misalnya BI menaikan BI
Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya
kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
c. Kondisi perekonomian
Kondisi perekonomian mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya.
Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL
diantaranya adalah sebagai berikut:
* Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga secara
menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan
debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.
* Kurs rupiah
Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga
terhadap NPL suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat
nasioanal tetapi juga internasional.
6.
Net Interest Margin (NIM)
Marjin
bunga bersih (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang
dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan
kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah
mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan
non-finansial.Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga
keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi
bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas
aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang
produktif rata-rata aktiva)
.
Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.
Menghitung rasio NIM :
Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.
Menghitung rasio NIM :
Pendapatan bunga bersih
Rata-rata aktiva produktif
-Pendapatan bunga bersih :
Pendapatan Bunga – Beban bunga
-Pendapatan bunga bersih
disetahunkan.
-Contoh
: Untuk posisi Juni : (akumulasi pendapatan bunga bersih per posisi Juni/6)x12
-Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets)
-Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets)
sumber by: http://elra93.blogspot.com/2013/04/5-pengenalan-rasio-keuangan-bank.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar