1. Penilaian Capital
CAPITAL
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai
permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan :
1. kewajiban penyediaan modal minimum bank (KPMM)
2. Komposisi permodalan
3. Trend ke masa depan / proyeksi KPMM
4. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal
bank
5. Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari
keuntungan (laba ditahan)
keuntungan (laba ditahan)
6. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7. Akses kepada sumber permodalan dan
8. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank
1.
Komponen Kecukupan pemenuhan KPMM dihitung dengan menggunakan rumus :
2.
Komponen kedua adalah komposisi permodalan di lihat dengan rumus :
3.
Komponen Capital tentang Trend ke depan Proyeksi KPMM dilihat dari angka
pertumbuhan Modal dan ATMR
pertumbuhan Modal dan ATMR
4.
Komponen APYD dibanding dengan modal di hitung dengan rumus
Klasifikasinya adalah :
Klasifikasinya adalah :
1. 25%
dr Aktiva Produktif dalam perhatian Khusus
2. 50%
dr Aktiva Produktif Kurang Lancar
3. 75%
dr Aktiva Produktif Diragukan
4. 100% dr Aktiva Produktif Macet
Sistem
Informasi Perbankan,
5.
Komponen Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari keuntungan (laba ditahan)
dari keuntungan (laba ditahan)
6.
Komponen Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha Jasa dilihat
dari Indikator pendukung seperti persentase rencana pertumbuhan Modal dibandingkan
dengan persentase rencana pertumbuhan Volume Usaha
dari Indikator pendukung seperti persentase rencana pertumbuhan Modal dibandingkan
dengan persentase rencana pertumbuhan Volume Usaha
7.
Akses kepada sumber permodalan Selain itu juga dilihat Profitabilitas Bank yang dihitung dari Return
On Asset (ROA)
2.
PENILAIAN ASSET
(Aset adalah manfaat
ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan
oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama,
IASC mendefinisi aset sebagai berikut:
An assets is resource
controlled by the enterprise as a result of past events and from which future
economic benefits are expected to flow to the enterprise.
Dalam Statement of
Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB)
mendefinisi aset sebagai berikut:
Assets are service
potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a
result of past transaction or other past events.
Definisi FASB dan AASB
cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai mempunyai sifat
sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomik
(resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber
ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
Berdasar uraian diatas,
pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang
harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu:
1.
Manfaat ekonomik yang datang cukup pasti
Untuk dapat disebut sebagai
aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup
pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya
atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat
ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi
kewajiban.
2.
Dikuasai atau dikendalikan entitas
Untuk dapat disebut sebagai
aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup
dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih
penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan
entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat
ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini
dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance
over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal.
3.
Timbul akibat transaksi masa lalu
Kriteria ini sebenarnya
menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes
pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat
dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi.
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB
memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau
kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi)
aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.
3. PENILAIAN MANAGEMENT
Manajemen atau pengelolaan
suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut,
maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar
dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan
memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen
dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi
terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen
risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok
pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya
manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen
risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas,
risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko
pemilik dan pengurus.
4. PENILAIAN EARNING
Salah satu parameter untuk
mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh
keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam
kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan
memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat
dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada
rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam
menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)
Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio earning 1
dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai
kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah
dengan nilai maksimum 100.
2)
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2).
Rumusnya adalah :
Penilaian earning 2 dapat
dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai
kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100.
5. PENILAIAN LIQUIDITY
Likuiditas (Liquidity)
Yaitu penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
Aktiva likuid kurang dari 1
bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
1-month maturity mismatch
ratio
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Proyeksi cash flow 3 bulan
mendatang
Ketergantungan pada dana
antar bank dan deposan inti
Kebijakan dan pengelolaan
likuiditas (assets and liabilities management/ALMA)
Kemampuan Bank untuk
memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan
lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. PENILAIAN SENSITIVITY
Yaitu penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
Modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential
loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga
Modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential
loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar, dan
Kecukupan penerapan sistem
manajemen risiko pasar.
Kesehatan atau kondisi
keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik
pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank
Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank
tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja
Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk
dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko
yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen
risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada
kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi
penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian
tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi
Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara
lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif)
dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir
penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank
Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi
strategi pengawasan Bank. Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan
sistem penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam
menerapkan sistem tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar